YoonA - Girls' Generation SNSD

ABSTRAK

Setelah memasuki masa reformasi, Indonesia memasuki babak baru di mana daerah diberikan kebebasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai bagian dari otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia yang berdasarkan asas desentralisasi. Hal ini bertujuan agar iklim pemerintahan di Indonesian menjadi lebih demokratis. Hal ini menuntut daerah untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung yang merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Dengan Pilkada secara langsung ini diharapkan kepala daerah yang dipilih langsung dapat memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat. Dengan segala kekurangan dan kelemahan yang ada dalam pelaksanaan pilkada , pelaksanaannya di Indonesia dibarengi dengan permasalahan yang muncul kemudian yang malah merusak iklim demokrasi itu sendiri.
Kata Kunci : PILKADA, Demokrasi, Masalah

PENDAHULUAN
 

Telah 13 tahun Indonesia memasuki masa reformasi. Tujuan dari reformasi adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih demokratis. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Selama masa orde baru dan reformasi sebelum tahun 2004 seolah - olah kedaulatan hanya berada di lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Bahkan yang lebih ekstrem kedaulatan seperti dimiliki oleh partai politik. Partai politik melalui fraksi-fraksinya di DPR dan MPR dapat melakukan apapun yang mereka inginkan termasuk memberhentikan Presiden sebelum masa jabatannya berakhir dengan alasan untuk kepentingan bangsa dan negara. Apa yang mereka lakukan seolah Indonesia menganut sistem parlementer, padahal Indonesia menganut sistem Presidensil. Di dareh-daerah pun terjadi hal demikian, DPRD melalui pemungutan suara dapat memberhentikan kepala daerah.
Apa yang tejadi di atas disebabkan oleh sistem pemilu yang dianut pada masa itu yaitu sistem proposional. Dalam sistem ini pemilih hanya memilih partai politik saja, selanjutnya partai politik tersebutlah yang memilih siapa kadernya yang akan duduk di parlemen. Hal ini menyebabkan anggota dewan lebih merasa sebagai wakil partai daripada sebagai wakil rakyat. Oleh karena itulah wajar apabila anggota dewan lebih mementingkan partai politiknya daripada mementingkan kepentingan rakyat.
Atas dasar itulah maka sistem pemilu harus diubah, dengan sistem yang lebih memberi peluang untuk dapat langsung menggunakan hak pilihnya agar kedaulatan benar-benar kembali kepada rakyat. Melalui amamdemen UUD 1945 dengan menambahkan pasal 6A dan pasal 22E, sistem pemilu Indonesia diubah menjadi pemilu secara langsung, baik untuk pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden.
Daerah sebagai bagian dari negara kesatuan republik Indonesia sudah seharusnya sinkron dengan pemilu presiden dan wakil presiden yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung juga. Masyarakat daerah juga berhak atas kedaulatan daerahnya, oleh karena itu sudah sewajarnya masyarakat daerah diberi kesempatan untuk menentukan nasib daerahnya sendiri dengan memilih kepala daerahnya secara langsung.
Dengan semangat otonomi daerah dan asas desentralisasi yang dianut oleh Indonesia, maka melaui Undang – Undang no 32 tahun 2004 pilkada secara langsung di Indonesia disahkan dan diatur dalam undang-undang. Di dalam undang-undang ini diatur bagaimana sistem pemilihan kepala daerah secara langsung.
Sampai saat ini pilkada telah dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia. Seiring dengan berjalannya proses pilkada di Indonesia, banyak masalah yang kemudian muncul dalam pelaksanaannya di Indonesia, mulai dari politik uang, biaya yang mahal hingga seringnya rusuh dalam pelaksanaan pilkada secara langsung yang tidak sesuai antara harapan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

PEMBAHASAN
 

Harus kita akui, pilkada secara langsung merupakan progres yang sangat baik dalam proses demokrasi sejak era reformasi. Pelaksanaan Pilkada secara langsung memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memilih sendiri kepala daerahnya secara langsung, tidak seperti sebelumnya yang menggunakan sistem perwakilan yang membuat rakyat kehilangan kedaulatannya. Dengan diadakannya pilkada secara langsung ini maka kedaulatan telah kembali sepenuhnya kepada rakyat.
Pilkada adalah salah satu instrumen untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses demokrasi. Apalagi, sebenarnya demokrasi bersifat lokal, maka salah satu tujuan pilkada adalah memperkuat legitimasi demokrasi. Oleh karena itu Pilkada langsung memberikan harapan pada rakyat bahwa dengan memilih kepala daerahnya sendiri mereka dapat hidup lebih sejahtera tidak seperti demokrasi perwakilan yang sarat dengan banyak kepentingan dari partai politik. Harapan akan demokrasi yang lebih baik ini diikuti dengan desentralisasi dan didukung oleh otonomi daerah yang menyertainya di mana daerah berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Namun seiring dengan berjalanannya waktu, pelaksanaan pilkada di daerah tidak selalu berlangsung mulus dan selalu ada masalah yang menyertainya. Berbagai masalah dalam pelaksanaan pilkada yang selalu minimbulkan kontroversi ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataa di lapangan. Setiap pelaksanaan pilkada pasti selalu menimbulkan potensi masalah yang harus diantisipasi. Empat diantara potensi masalah pilkada adalah daftar pemilih tetap, syarat pencalonan, pelaksanaan kampanye dan perhitungan perolehan suara.
Pilkada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat memang bukan suatu pekerjaan yang gampang. Selain dana yang sangat besar dalam mengimplementasikan suatu sistem yang lebih demokratis ini, juga tingkat kerawanannya. Menurut Prof. Amzulian Rifai,Ph.D, Dekan Fakultas Hukum UNSRI yang dikutip dari http://sumeks.co.id/ ada dua langkah besar yang terjadi dalam soal penyelenggaraan pilkada ini, yang pertama aspek dari para calon kepala daerah dan dari aspek pemilihnya sendiri.
Dilihat dari aspek calon kepala daerahnya, saat ini semua orang bebas untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Hal ini menyebabkan calon kepala daerah terkesan sembarangan dalam mencalonkan diri. Siapapun berhak mencalonkan diri sehingga banyak fenoma artis yang mendadak ikut-ikutan mencalonkan diri karena terinspirasi kawan artisnya yang menang dalam pilkada di daerah lain. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah dengan sistem pilkada yang seperti ini dapat membawa ke arah yang lebih baik?. Memang semua orang termasuk artis juga mempunyai hak politik yang sama untuk memilih dan dipilih. Namun dengan seperti ini kualitas dari calon kepala daerah seolah terpinggirkan dan lebih mengedepankan popularitas dari calon untuk mendapat dukungan yang besar.
Aspek pemilih juga memiliki andil yang besar dalam menyumbang potensi masalah pilkada. Carut marutnya daftar pemilih tetap setiap penyelenggaraan pilkada dapat menyebabkan berbagai macam konflik. Selain itu tingkat partisipasi rakyat untuk memberikan suaranya juga masih sangat minim. Kecenderungan golput dalam setiap pilkada masih sangat besar. Dengan dilaksanakannya pemilihan yang sangat sering baik itu pemilihan presiden, legislatif, Gubernur dan Bupati/walikota menyebabkan masyarakat jenuh untuk memilih karena terlalu sering. Belum lagi mereka menganggap, suara yang mereka berikan toh tidak akan merubah nasib mereka sebagai rakyat. Itulah yang menyebabkan tingkat golput sangat tinggi. Tentu saja keadaan ini tidak sesuai dengan tujuan diselenggarakan pilkada untuk membentuk sistem yang lebih demokratis dan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Justru yang terjadi sekarang rakyat seolah tidak peduli dengan pilkada ini dengan indikasi rendahnya partisipasi rakyat dalam memilih.
Dalam pelaksanaan pilkada pasti selalu ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Dalam konteks ini, kebanyakan calon kepala daerah yang kalah selalu merasa tidak puas dan mengerahkan masa untuk demonstrasi di KPUD setempat. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya dihindari dalam pelaksanaan pilkada. Kasus seperti ini membuktikan bahwa masyarakat belum dewasa dalam berpolitik, dan tentu saja ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang seharusnya menjadi landasan dalam penyelenggaraan pilkada.
Selain masalah di atas ada beberapa penyelewengan yang hampir sering terjadi dalam pelaksanaan pilkada, diantaranya :
1. Money Politik
Rendahnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat membuat masyarakat mudah dipengaruhi oleh money politik, belum lagi keadaan ekonomi yang lemah sangat mendukung money politik ini. Contoh yang nyata dialami oleh penulis ketika pilkada kabupaten Bandung beberapa waktu lalu di daerah cibiru ada salah satu tim sukses pasangan calon bupati yang membagi-bagikan uang dan sembako dengan kesepakatan untuk memilih pasangan calon tersebut. Ini menunjukan bahwa pilkada masih kental dengan money politik dan menjadi masalah yang sangat serius dalam proses demokrasi.
2.  Intimidasi
Selain money politik yang sasarannya untu masyarakat golongan ekonomi lemah, intimidasi dengan kekerasan sering terjadi untuk memaksakan kehendak dalam pilkada sehingga calonnya terpilih. Menggunakan kekerasan intimidasi terhadap masyarakat sangat beresiko fatal sebab selain mencederai proses demokratisasi juga berpotensiterjadinya konflik horizontal. Hal ini sangat bertentangan dengan asas penyelenggaraan pilkada yang luber dan jurdil.
3.  Mendahului start kampanye
Pelanggaran ini juga sangat sering terjadi, pemasangan alat peraga kampanye padahal belum memasuki masa kampanye sangat sering kita jumpai sehingga merusak pemandangan kota. Di samping itu juga pemanfaatan media televisi juga sering dilakukan padah belum memasuki jadwal kampanye.
4. Black Campaign
Pelanggaran ini bisa bersifat fitnah, tuduhan atau peruasakan nama baik calon yang satu oleh calon yang lain. Pelanggaran ini jelas sangat merusak citra demokrasi yang seharusnya santun dalam berpolitik.

Penyelewengan-penyelewengan di atas seharusnya menjadi tanggung jawab dari KPUD dan Panwaslu Daerah sebagai badan yang menyelenggarakan dan mengawasi pilkada. Dimanakah seharusnya peran panwaslu dalam menyikapi penyelewengan ini? Mereka seolah diam dan tidak tahu akan adanya penyelewengan ini, padahal ini merupakan tanggung jawabnya.
Dengan sederet permasalahan yang muncul dari pelaksanaan pilkada ini, saat ini pilkada langsung yang dilakukan di Indonesia masih belum sesuai dengan harapan yang menjadi tujuan dari pilkada yaitu untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Apa yang terjadi sekarang dirasakan masih jauh dari harapan itu. Pilkada ini tidak dibarengi dengan kedewasaan para elit politik dalam proses pilkada ini, sehingga menyebabkan berbagai masalah. Penyelenggaraan Pilkada dengan biaya yang sangat mahal dan sangat banyak dilakukan di berbagai daerah seolah percuma karena masyarakat tidak merasakan dampak yang positif dari pilkada ini, kehidupan mereka tidak lebih baik dari sebelum reformasi. Kehidupan politik yang seharusnya lebih demokatis, justru tidak dimbangi oleh partisipasi politik yang baik dari masyarakat. Mereka malah tidak peduli dan cenderung apatis. Dengan alasan di atas maka penyelenggaraan pilkada langsung di Indonesia saat ini belum semuannya sesuai dengan kenyataan dan harapan.

KESIMPULAN
 

Pilkada secara langsung merupakan jawaban atas tantangan demokrasi dimana rakyat yang seharusnya memegang kedaulatan. Dengan asas desentralisai dan pelaksanaan otonomi di daerah maka pilkada secara langsung dapat menjadi instrumen dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah. Pilkada memberikan harapan yang lebih baik dalam proses demokrasi yang mana dulu sebelum reformasi pemilihan kepala daerah hanya diwakilkan oleh parlemen sebagai representasi dari kedaulatan rakyat yang syarat akan kepentingan partai politik. Dengan dilaksanakannya pilkada langsung ini rakyat diberikan kebebasan dalam berdemokrasi untuk meilih kepala daerahnya tanpa ada kepentingan dari pihak manapun. Itulah harapan yang muncul dari pelaksanaan pilkada, namun kenyataan yang terjadi sekarang penyelenggaraan pilkada ini disertai dengan berbagai macam masalah sehingga harapan dari rakyat untuk hidup leih baik seolah hanya harapan saja dan tidak jadi kenyataan. Biaya pilkada yang sangat mahal seolah menguap begitu saja tanpa memberikan hasil yang baik.
Terlepas dari berbagai masalah yang menyertai pilkada, waktu tidak akan bisa diputar lagi. Proses demokrasi di daerah akan terus berjalan dan yang menjadi tugas kita adalah memperbaikinya supaya pilkada secara langsung ini dapat menjadi lebih baik lagi yakni rakyat dapat merasakan kehidupan yang sejahtera dengan sistem pilkada langsung ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. (2005). Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : Rajawali Press
Anshori, Ali. 2007. KESIAPAN MASYARAKAT DAN DEMOKRASI DAERAH MELALUI PILKADA LANGSUNG. http://anshori.wordpress.com/2007/10/04/kesiapan-masyarakat-dan-demokrasi-daerah-melalui-pilkada-langsung/
Handout materi kuliah Sistem Pemerintahan Daerah tentang Desentralisasi.
Patawari. 2009. Lahirnya Masalah Pilkada. http://patawari.wordpress.com
Rifai, Amzulian. 2010. Potensi Masalah Pilkada. http://sumeks.co.id/
Sam, Arianto. 2008. Pengertian Demokrasi dan Hubungannya Dengan PILKADA. http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-demokrasi-dan-hubungannya.html/

Read More......